Makalah Tentang Utilitarianisme



BAB I
PENDAHULUAN

Utilitarianisme itu berasal dari kata latin yaitu “Utilitis”, yang berarti berguna, bermanfaat, berfaedah atau menguntungkan.  Istilah ini juga sering disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory).  Utilitarisme sebagai teori sistematis pertama kali dipaparkan oleh Jeremy bentham dan muridnya, Jhon Stuart Mill.
Utilitarianisme atau utilisme adalah aliran yang meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum.  Kemanfaatan ini diartikan sebagai kebahagiaan (happiness).  Jadi baik buruk atau adil tidaknya suatu hukum, bergantung kepada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak.  Oleh karena itu tugas hukum adalah menghantarkan manusia menuju the ultimate good.
Sehingga esensi hukum harus bermanfaat, artinya hukum yang dapat membahagiakan sebagian terbesar masyarakat (the great happiness for the greatest number of people).  Pandangan ini bersumber dari filsafat Yunani, yaitu HEDONISME, bahwa “Sesuatu yang enak itulah keinginan seseorang”, Hal itu mirip dengan gagasan Utilitarianisme yang menyatakan bahwa “Kebahagiaan itu adalah hal yang diinginkan dan satu-satunya tujuan yang diinginkan, semua hal lain diinginkan untuk mencapai tujuan itu.”
Utilitarianisme klasik yang dibawa oleh Jereny Bentham, James Mill, dan anaknya Jhon Stuart Mill, ada tiga propinsi berikut : Pertama, semua tindakan mesti dinilai benar / baik atau salah / jelek semata-mata berdasarkan konsekuensi atau akibat-akibatnya.  Kedua, dalam menilai konsekuensi atau akibat-akibatnya itu, satu-satunya yang penting adalah jumlah kebahagiaan terbesar ketimbang penderitaan.  Ketiga, dalam mengalkulasi kebahagiaan atau penderitaan yang dihasilkan, tidak boleh kebahagiaan seseorang dianggap lebih penting daripada kebahagiaan orang lain.  Kesejahteraan setiap orang sama penting dalam penilaian dan kalkulasi untuk memilih tindakan.
Makalah yang kecil lagi tipis ini, berusaha menjelaskan sekelumit tentang utilitarianisme / utilitaritas dari segi pengertian / definisi Utilitarianisme, tokoh-tokoh utilitarianisme dan karyanya dan pokok pikiran utilitarianisme.
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI UTILITARIANISME
Utilitarianisme berasal dari kata latin yaitu “Utilis”, yang berarti berguna, bermanfaat, berfaedah atau menguntungkan.  Istilah ini juga sering disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory).  Utilitarianisme adalah kebahagiaan yang sangat besar.
Utilitarianisme atau utilisme adalah aliran yang meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum.  Kemanfaatan ini diartikan sebagai kebahagiaan (happiness).  Bergantung kepaea apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia tentang suatu kebaikan.   Sehingga esensi hukum harus bermanfaat, artinya hukum yang dapat membahagiakan sebagian terbesar masyarakat (the greatest happiness for the greatest number of people).  Pandangan ini bersumber dari filsafat yunani yaitu HEDONISME, bahwa sesuatu yang enak itulah yang diinginkan seseorang.
            “Setiap orang ingin hidup dengan selamat damai dan bahagia, seorangpun tiada yang ingin hidup dengan susah paya atau terhina dan sebagainya.  Dalam hati kita merasakan berbagai macam keinginan, tetapi anehnya kita tak pernah merasa puas sepenuhnya.  Karena jika keinginan yang satu kita puaskan, sebentar akan timbul keinginan lain lagi, maka hilanglah rasa kepuasan itu.  Keadaan yang kita sebut “kebahagiaan” artinya keadaan dimana semua keinginan – keinginan kita terpenuhi, yang membawa ketenangan dan ketentraman hati yang sepenuhnya itu Nampak sukar dicapai.” (Sala, 2000: 105).
Akan tetapi setiap orang sibuk mencarinya, jadi timbullah pertanyaan sebagai berikut :
1.      Apakah yang memberikan kebahagiaan itu ?
2.      Dimanakah letaknya kebahagiaan itu ?
3.      Apakah yang membawa kebahagiaan itu ?
4.      Bagaimana dapat dicapai kebahagiaan itu ?
Teranglah bahwa hanya kesenangan belum kebahagiaan.  Itu memang benar buat hewan, tetapi tidak benar bagi manusia, karena manusia hanya dapat bahagia “sebagai manusia”, (dalam arti manusiawi).  Artinya sebagai makhluk yang berbudi, berjiwa, berpenalaran, beriman.  Jadi haruslah disertai dengan pengetahuan dengan kesadaran.
Aliran utilitarianisme dapat digolongkan kedalam positivism hukum.  Mengingat faham ini sampai kepada kesimpulan bahwa tujuan hukum adalah menciptakan ketertiban masyarakat, disamping untuk memberikan manfaat yang sebesar – besarnya kepada jumlah orang yang terbanyak.  Ini berarti hukum merupakan cerminan perintah penguasa juga, bukan cerminan dari rasio semata.
Seperti kita tahu, kedudukan manusia didunia ini sebagai pemanfaat dan penjaga kelestarian alam, maka kita harus memeliharanya dengan baik dan dilarang untuk merusaknya.

B. TOKOH – TOKOH UTILITARIANISME
“Dari pandangan aliran ini ialah bahwa tujuan hidup ini seharusnya happiness untuk semua orang, yaitu orang lain dan diri sendiri, jadi kebahagiaan yang bersifat universal disini dapat diartikan orang banyak, atau kepentingan kemanusiaan pada umumnya, bangsa atau golongan orang.” .(Kertopati, 1968: 288).
Secara idealistis ialah bahwa “kebahagiaan bagi umum” apakah ini bersifat a. Spiritual, b. Jasmaniah c. Atau kedua – duanya adalah ditempatkan diatas kesenangan pribadi.
Kita mengenal tokoh – tokohnya antara lain :
1.      Jeremy Bentham
2.      John Stuart Mill
Sebagaimana kepada aliran lainnya kepada utilitarianisme ini telah pula dilancarkan kritik antara lain :
1.      Eaduemonisme universalistis memulai satu individu jadi penilaiannya adalah secara matematis 1 = 1. Hypothesis memang mudah untuk dikatakan, akan tetapi penerapannya dalam praktek adalah sulit.
2.      Jadi masing – masing orang didalam masyarakat harus memperhitungkan kesenangan, setiap orang bermacam – macam, kalau ingin hendak adil, padahal baik happiness yang bersifat spiritual maupun jasmaniyah adalah sukar sekali untuk ditukar kualitasnya.
3.      Katakanlah hanya terdapat dua golongan manusia yaitu satu golongan mengejar kebahagiaan rohaniyah (spiritual) belaka, dan golongan yang lainnya mengejar kesenangan jasmaniyah.  Sekarang problemnya bagaimanakah cara untuk dapat memenuhi kedua golongan tersebut dalam waktu yang sama.
4.      Menurut aliran ….

C.        POKOK PIKIRAN UTILITARIANISME
            Utilitarianisme menyatakan bahwa “kebahagiaan itu adalah yang diinginkan dan satu-satunya tujuan yang diinginkan, semua hal lain diinginkan demi mencapai tujuan itu.”  Jelas mirip dengan gagasan hedonism, dan hedonism seperti kita tahu adalah keyakinan klasik bahwa kenikmatan, kebahagiaan atau kesenangan adalah kebaikan tertinggi dalam kehidupan.  Istilah hedonisme sendiri berasal dari kata Yunani yang bermakna kesenangan.  Hanya saja, epicurus, tokoh utama Hedonisme dan kenikmatan pikiran ketimbang tubuh.  Katanya orang bijak harus menghindari kesenangan – kesenangan yang pada akhirnya akan berujung pada penderitaan.
            Para penggugat utilitarianisme mengajukan sejumlah keberatan antara lain, asas kegunaan itu sering bertentangan dengan aturan – aturan moral yang sudah mapan, seperti jangan bohong, jangan mencuri dan jangan membunuh.
            Marilah kita pertimbangkan kalimat “Pembunuhan merupakan keburukan” dan “Pembunuhan seharusnya tidak dikerjakan”.  Seorang positivis akan mengatakan, meskipun kalimat yang pertama bersifat empiris, namun yang kedua tidak demikian halnya, karena kalimat tersebut sekedar mengulang apa yang sudah terkandung dalam kalimat yang pertama.  Secara definisi kita mengetahui, kata “keburukan” merupakan sesuatu yang seharusnya tidak dikerjakan.  Karena itu kalimat kedua secara analistis dapat disimpulkan dari kalimat yang pertama.  Kita mengetahui pula keburukan mengandung pengertian sesuatu yang seharusnya tidak dikerjakan, karena memang begitulah cara orang memakai pengertian tersebut.
            Jika seseorang mengacu sesuatu yang ia katakana buruk dan sekaligus mengatakan bahwa hal tersebut dikerjakan, maka sebagai pribadi anda tentu akan mengatakan : (a) hal yang dikatakan itu sesungguhnya bukan merupakan keburukan; atau (b) hal tersebut adalah dalam keadaan yang sangat khusus dan bukan merupakan keburukan dalam arti kata yang sebenarnya.  Tetapi mungkin anda akan mengatakan “jika hal tersebut benar – benar buruk, maka seharusnya tidak dikerjakan”.
Ini berarti sama dengan mengatakan bahwa keburukan dan seharusnya tidak dikerjakan berhubungan secara analistis sehingga tidaklah mungkin menolak yang satu sambil menerima yang lain.
¨      SEJUMLAH CORAK HEDONISME
“….. Hedonisme adalah suatu teori yang mengatakan bahwa kenikmatan atau akibat-akibat yang nikmat dalam dirinya sudah mengandung kebaikan.  Dalam usaha memilah-milahkan berbagai corak hedonism, perlu secara hati – hati dibedakan antara teori yang mengatakan bahwa manusia dalam kenyataannya mencari kenikmatan (hedonisme psikologis) dengan prinsip yang mengatakan bahwa manusia seharusnya mencari kenikmatan hedonisme etis yang juga dinamakan hedonisme egoistis.  Paham ini berlawanan dengan pandangan yang mengatakan bahwa satu – satunya prinsip kesusilaan ialah “kebahagiaan yang sebesar mungkin bagi manusia yang sebanyak mungkin” suatu pendirian yang dinamakan hedonisme alturistis atau utilitarianisme (kattsoff, 2004:349).
Hendaknya dicatat, mungkin saya menggunakan kata-kata kebahagiaan dan kenikmatan secara bergantian.  Namun sesungguhnya makna – makna tersebut dapat berbeda – beda secara mendalam, demikianlah, kita kadang-kadang mengatakan “meskipun seorang dapat memperoleh segala macam kenikmatan, namun ia tidak berbahagia.”   Menurut hedonisme, perbuatan yang dikatakan betul (artinya, seharusnya dilakukan) ialah perbuatan yang diantara segenap perbuatan yang dapat dilakukan oleh seseorang akan membawa orang tersebut kearah kebahagiaan yang sebesar – besarnya.
      Contohnya seorang dokter, apakah dokter seharusnya membunuh pasiennya yang berpenyakit kanker, dan kita perhatikan bagaimana kemungkinan pandangan seseorang hedonisme mengenai masalah ini.  Jika dokter mengatakan, “dalam hal ini pembunuhan merupakan perbuatan susila,” dan kemudian ia diminta mengajukan alasan-alasan mengapa demikian, tentu ia akan menjawabnya.  Misalnya seperti berikut : “pasien yang malang itu mengalami penderitaan yang sangat hebat.  Segala kebahagiaannya telah lenyap.  Dan juga teman – temannya dibuatnya sangat sedih, seraya berputus asa memandangi teman mereka yang tercinta secara berangsur – angsur tenggelam dalam maut, dalam keadaan yang begitu mengerikan.  Apabila kita ingin memperbesar kebahagiaan setiap orang, maka suatu kematian secara tenang dan cepat boleh dikatakan tidka merupakan sesuatu yang tidak susila.”  Kiranya alasan-alasan yang diajukan tersebut menimbulkan kesimpulan bahwa tanggapan kesusilaan yang khusus ini bukanlah merupakan pernyataan kategoris dalam arti kata yang sebenarnya, seperti kelihatannya.
¨      PERNYATAAN KESUSILAAN BERSIFAT HIPOTESIS
          Mengatakan “dalam hal ini pembunuhan bukan merupakan keburukan” agaknya tidak setara dengan mengatakan, “saya tidak menyukai pembunuhan,” sebagaimana dikatakan kaum positivis, bahkan sebaliknya, yang demikian ini menunjukkan suatu pernyataan hipotesis.  Sebaliknya, yang demikian ini menunjukkan suatu pernyataan hipotesis.  Dikatakan, “Jika orang menginginkan X, maka Y merupakan kebaikan (atau keburukan),” dengan kata lain, ukuran bagi perbuatan yang betul dan yang salah terletak pada akibat – akibat perbuatan dan bukannya terletak pada perbuatannya sendiri.  Stace mengatakan bahwa moralitas merupakan sarana untuk mencapai kebahagiaan. “seharusnya orang berbuat susila berarti bahwa bila orang ingin bahagia, maka satu-satunya sarana yang harus digunakan ialah berbuat susila.”
¨      HEDONISME PSIKOLOGI DAN HEDONISME ETIS
          Adapula keberatan yang lebih dalam.  Bahwa pernyataan “seharusnya orang berbuat susila” tidak sama maknanya dengan “bila orang ingin berbahagia, hendaknya ia berbuat susila” berdasarkan atas definisi yang dibuat stace mengenai “susila” (sesuatu yang membawa kita kearah kebahagiaan), bila orang ingin berbahagia, maka satu-satunya sarana yang harus digunakannya ialah sarana yang membawa kita kearah kebahagiaan.
          Sesungguhnya yang merupakan masalah kesusilaan dalam hal ini ialah “apakah memang seharusnya orang mencari kebahagiaan?” atau apakah seharusnya orang mencari kebahagiaan untuk dirinya sendiri atau orang lain ? yang demikian ini sekali lagi menunjukkan perbedaan antara hedonism etis dengan hedonisme psikologis, karena dalam kenyataannya manusia memang mencari kebahagiaan dan hubungan antara sarana dan tujuan dapat ditentukan secara objektif.  Tetapi masalahnya ialah apakah memang seharusnya manusia mencari kebahagiaan ? adalah mungkin, kita mengandaikan dapat menerima pendirian Stace bahwa manusia hampir – hampir sama semua.  Dan karena itu kenyataan mereka mencari kebahagiaan bersifat semesta, tanpa perlu mengandaikan mereka seharusnya berbuat seperti itu.
          Disamping itu jika manusia memang demikian rupa keadaannya sehingga benar-benar mengusahakan kebahagiaan dan tiada pilihan lain kecuali itu, ciri pokok yang melekat  pada perbuatan kesusilaan menjadi hilang, yaitu kebebasan mengadakan pilihan.  Mungkin pula untuk menjawab pendapat ini dengan mengatakan bahwa kenyataan yang menunjukkan manusia mengusahakan kebahagiaan menggambarkan bahwa manusia tidak memilikinya, dan adanya kenyataan bunuh diri terjadi dimana-mana menunjukkan bahwa manusia dapat mengusahakan yang sebaliknya.  Tetapi perlu diingat, kebahagiaan merupaka prinsip yang mendasari tanggapan-tanggapan kesusilaan, dan karenanya prinsip itu sendiri bukanlah merupakan masalah bagi tanggapan-tanggapan kesusilaan.
          Ada juga pilihan pengganti yang lain.  Kebahagiaan dapat dipahami secara langsung sebagai sesuatu yang pada dirinya sudah mengandung kebaikan dan tidak memerlukan dasar pembenaran yang lain.  Satu-satunya cara untuk meyakinkan diri mengenai hal ini ialah dengan melakukan penyelidikan mengenai situasi-situasi kesusilaan dan melakukan analisa terhadapnya sampai tersingkap unsur-unsurnya.  Oleh karena itu, hendaknya definisi Stace tidak dipandang sebagai definisi yang bersifat analistis melainkan sebagai deskripsi empiris mengenai fakta-fakta.
          Meskipun orang dapat menerima teori – teori namun seharusnya disadari pula bahwa banyak masalah yang terkandung didalamnya.  Didalam situasi sengketa dimana perbuatan tertentu akan membawa kita kearah kebahagiaan, namun dengna mengorbankan kebahagiaan orang lain, kebahagiaan siapakah disini yang harus diperhatikan ?  demikian pula, bagaimanakah cara orang dapat membandingkan kebahagiaan yang diperoleh dari maka spaghetti dan perkedel ? dan bagaimana halnya jika kebahagiaan sesama warga Negara tergantung pada ketidakbahagiaan seseorang ? masih banyak masalah – masalah seperti ini yang dapat diajukan.

BAB III
PENUTUP

            Utilitarianisme sebagai teori sistematis pertama kali yang dipaparkan oleh Jeremy Bentham dan muridnya John Stuart Mill.  Utilitarianisme merupakan faham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan.  Sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah yang tak bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan.  Karena itu baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah dan menguntungkan atau tidak.
            Utilitarianisme adalah aliran yang meletakkan kemampuan sebagai tujuan hukum.  Kemanfaatan ini diartikan sebagai kebahagiaan (happiness).  Aliran ini sesungguhnya dapat digolongkan kedalam positivisme hukum, mengingat faham ini sampai pada kesimpulan bahwa tujuan hukum adalah menciptakan ketertiban masyarakat, disamping untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada jumlah orang terbanyak, ini berarti hukum merupakan pencerminan perintah penguasa juga, bukan cerminan dari rasio semata.

DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Lorens, Kamus Filsafat (Jakarta : Gramedia, 1996)
Burhanuddin Salam, “Pengantar Filsafat”, Jakarta, Bumi Aksara, 2000, Cetakan IV
KATTSOFF. LOVIS O. “Pengantar Filsafat”.  Yogyakarta; Tiara Wacana, Yogya, 2004, cetakan IX.
Kertopati, Ton, Dasar – Dasar Publisistik (Unesco Division Of Development) Mass Media, 1968
Zuhairini, dkk. “Filsafat Pendidikan Islam” Jakarta, Bumi Aksara, 2004.
















 
Design by Zhoe Ky Madura | Thanks To Google